Pages

Gerakan Pemuda Al Washliyah Dalam Sejarah

Rabu, 24 Desember 2014

Dalam mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, GPA ikut serta dalam sebuah gerakan rahasia dalam merebut kekuasaan




Medan - 11/01/2014
Tepatnya 11 Januari 1941 lahir organisasi kepemudaan di lingkungan Al Jam’iyatul Washliyah disebut Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA). Kelahirannya tidak terlepas dari sikap juang dan jahadah para penggagas GPA.
GPA merupakan sketsa wajah Al Washliyah ke depan, karena generasi muda hari ini adalah regenerasi kepemimpinan Al Washliyah mendatang. Ini senada dengan apa yang pernah diungkapkan seorang pujangga Arab, Syekh Musthafa Al Ghulayani, Inna fii yadika al amra al ummati, wa fii iqdaa mikum hayaataha”, sesungguhnya di tangan pemudalah terletak segala urusan umat ini, dan di tangannya pulalah digantungkan keberlangsungan hidupnya.
Dengan demikian dapatlah dimaknai bahwasanya kehidupan generasi Al Washliyah mendatang tergantung bagaimana kehidupan GPA sendiri. Sebab itu GPA hari ini harus bangun dan bangkit dari lamunan yang mengakibatkan timbulnya penyakit tulul ‘amal panjang angan-angan.
Di saat usia GPA yang dewasa ini perlu memikirkan sekaligus mengaplikasikan sikap militansi kader dalam kehidupan berorganisasi maupun dalam kehidupan pribadi. Karenanya sikap militansi ini tercermin dari tingginya semangat juang mencapai asa dan cita yang diharapkan. Demikian juga halnya dengan GPA, untuk pengembangannya yang mengarah pada kehidupan pemuda yang lebih baik harus didasari semangat militansi tinggi. Sehingga tujuan mengamalkan ajaran Islam untuk terwujudnya pemuda yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT guna berperanaktif dalam pembangunan nasional, dapat terwujud nyata.
Dalam perjalanan waktu GPA terus berkiprah mengisi pembangunan sesuai amanah para pejuang, pendiri dan mujahid terdahulu. GPA terus berupaya menjadi organisasi pemuda mandiri, mampu berperan maksimal, lebih berdayaguna dan berhasil. GPA merupakan wadah pemuda Islam menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan nasional.

GPA Dalam Sejarah
GPA secara fundamen didirikan saat kongres III Al Washliyah di kota Medan, 11 Januari 1941. Inilah tonggak sejarah awal berdirinya GPA, meskipun saat itu posisi pemuda Al Washliyah masih berada dalam lingkup majelis Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah. Ini dapat dilihat dari salah satu hasil keputusan kongres:
“Membangunkan Pemuda Al Djam’ijatul Washlijah menjadi Madjlis dari Pengurus Besar Al Djam’ijatul Washlijah. Kepanduan termasuklah didalamnja”. (Ketua Gerakan Pemuda Al Washliyah I adalah Adam Usman Tanjung).
Berdirinya GPA secara ruh telah lahir beberapa tahun sebelum kongres III. Ide dan cita-cita pendirian GPA itu sudah dirasakan pada kongres pertama Al Washliyah tahun 1936 di kota Medan. Karena ketika itu dirasakan pentingnya generasi muda Al Washliyah sebagai pelanjut dan penerus estafet usaha dan amal Al Washliyah. Setelah itu, ruh pendirian pemuda Al Washliyah ini diperkuat lagi dalam kongres II tahun 1938 juga di Medan.
Sejarah telah mencatat bagaimana sulitnya hidup pada zaman penjajah. Sulit dalam hal apa saja, bahkan sulit dalam hal mendapat mendapatkan sandang pangan, sulit menegakkan akidah dan keyaklinan. Seluruh rakyat Indonesia ketika itu merasakan bagaimana pahit dan kejamnya perlakuan penjajah terhadap rakyat Indonesia.
Meski getirnya kehidupan masa itu, tidaklah membuat pemuda Al Washliyah surut di tengah jalan, bahkan membuat semakin bersemangat dan motivasi yang menimbulkan militansi melaksanakan cita-cita perjuangan Al Washliyah.
Karenanya dalam buku Al Djam’ijatul Washlijah ¼ Abad menyebutkan empat hal perkembangan yang telah dilakukan Pemuda Al Washliyah, yaitu: Pertama, membangun cabang dan ranting di mana-mana. Anggota PP. Pemuda selalu mengadakan perjalanan keluar sehingga pada masa itu dapatlah didirkan Pemuda Al Washliyah di Sumatera Timur, Tapanuli dan Aceh.
Kedua, mengisi jiwa pemuda Islam agar bertanggungjawab terhadap diri maupun orang lain. Ketiga, menyadarkan pemuda Islam untuk tidak rendah diri berhadapan dengan pemuda lainnya, dan tidak berpangku tangan dalam kemajuan umat. Keempat, menggerakkan pemuda Islam agar turut serta menyumbangkan tenaganya untuk menjalankan usaha-usaha Al Washliyah.
Dalam hal mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, GPA ikut serta dalam sebuah gerakan rahasia dalam merebut kekuasaan dan mempertahankan proklamasi kemerdekaan dari penjajah. Pemuda Al Washliyah merupakan salah satu kepemudaan yang membentuk gerakan rahasia dengan nama Barisan Pemuda Indonesia. Setelah itu dikerahkanlah seluruh pemuda Al Washliyah untuk bergabung dengan Barisan Pemuda Indonesia dimana saja berada.
Di balik itu juga ada satu momen penting bagi pemuda Al Washliyah dalam menentukan dan menegakkan NKRI di Sumatera Utara. Saat sesudah agresi kedua, bulan Desember 1948 adanya keinginan sebagian komponen bangsa yang ingin mendirikan Negara Sumatera Timur (NST). Untuk itu pemuda Al Washliyah ikut serta dalam Kongres Rakyat untuk menentukan dan memutuskan hidup tidaknya NST. Atas semangat NKRI, maka para mujahid Pemuda Al Washliyah ikut menggiring kembali kepara NKRI.
Paling tidak ada dua hal yang perlu kita ingat dari para pejuang dan mujahid Pemuda Al Washliyah terdahulu: Pertama, semangat jihad tinggi menegakkan amar ma’ruf  nahi munkar. Mereka berjuang dan berjihad tidak mengenal lelah dan sulit, baik di kala ada maupun tiada. Kedua, militansi para pejuang dan mujahid Pemuda Al Washliyah terdahulu harus tetap dimiliki oleh GPA saat ini dan akan datang.
Untuk itu jadilah Pemuda Al Washliyah yang berguna dengan memiliki kualitas hidup. Sebab tidak seorang pun yang tidak berguna di dunia ini selama ia mampu meringankan beban orang lain dan tidak menjadi beban masyarakat. Akhirnya dengan semangat juang dan jihad fi sabilillah saya ucapkan dirgahayu ke 73 GPA, semoga tetap jaya zaman berzaman.
Bicara mewujudkan militansi kader GPA, maka ada dua hal yang perlu menjadi fokus perhatian.Pertama, berani. GPA harus berani menghadapi apapun, selagi itu benar dan bisa dipertanggungjawabkan. Berani mengatakan yang benar adalah suatu keharusan bagi kader GPA, karena terkadang untuk mengatakan kebenaran itu terasa berat dan kesat ketika hendap terucap.
Di zaman teknologi informasi sekarang, maka GPA harus berani memanfaatkannya. Karena kalau tidak berarti akan tenggelam dan tergilas dimakan zaman. Sebaliknya kalau GPA terlalu berani sehingga melebihi batas-batas norma agama, maka dapat menimbulkan kekufuran yang menyesatkan. Karenanya GPA harus berani menghadapi fase-fase zaman yang begitu cepat berubah dan harus konsisten serta berorientasi pada hasil (result oriented).
Kedua, terlatih. Pada prinsipnya, GPA sebagai wadah latihan bagi generasi muda khususnya pemuda Al Washliyah. Meskipun demikian kader GPA harus benar-benar terlatih dalam hal apapun. Terlatih dalam melaksanakan ibadah, terlatih dalam berbuat kebajikan, terlatih dalam melaksanakan amanah. Dengan itu GPA dapat secara perlahan mencapai militansi kader yang diharapkan.


Oleh H. Isma Padli A.Pulungan, SAg, SH, MH
Penulis adalah Ketua GPA Sumut, Ketua Komisi C DPRD Sumut.

Dikutip dari : www.waspadamedan.com
Read More >>

Sejarah Singkat Al Washliyah

Medan - Al Jam’iyatul Washliyah merupakan salah satu organisasi Islam yang ada di Kota Medan, dan juga merupakan Organisasi Masa terbesar di Sumatera Utara, Organisasi ini didirikan pada 30 November 1930 dan bertepatan 9 Rajab 1349 H di kota Medan,Sumatera Utara.

Al Jam’iyatul Washliyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al Washliyah lahir ketika bangsa Indonesia masih dalam penjajahan Hindia Belanda. Sehingga para pendiri Al Washliyah ketika itu turut berperang melawan penjajah. Tidak sedikit para tokoh Al Washliyah yang ditangkap Belanda dan dijebloskan ke penjara hingga menjadi shahid.



Tujuan utama berdirinya organisasi Al Washliyah ketika itu sebagai sarana pemersatu umat yang berpecah belah dan berbeda pandangan. Perselisihan tersebut merupakan bagian dari strategi Belanda untuk terus berkuasa di bumi Indonesia, kemudian Organisasi Al Washliyah menggalang persatuan ummat untuk melawan penjajahan belanda di muka bumi indonesia ,hingga diraihnya kemerdekaan.

Penjajah Belanda yang menguasai bumi Indonesia terus berupaya agar bangsa Indonesia tidak bersatu,sehingga mereka terus mengadu domba rakyat. Segala cara dilakukan penjajah agar rakyat berpecah belah. Karena bila rakyat Indonesia bersatu maka dikhawatirkan bisa melawan pejajah Belanda. Upaya memecah belah rakyat terus merasuk hingga ke sendi-sendi agama Islam. Umat Islam kala itu dapat dipecah belah karena disibukkan dengan perbedaan pandangan dalam hal ibadah dan cabang dari agama (furu’iyah).

Kondisi ini terus meruncing,hingga umat Islam terbagi menjadi dua kelompok yang disebut dengan kaum tua dan kaum muda. Perbedaan paham di bidang agama ini semakin hari semakin tajam hingga pada tingkat meresahkan. Perselisihan di kalangan umat Islam di Sumatera Utara khususnya kota Medan pada masa itu mendorong para pelajar yang menimba ilmu di Maktab Islamiyah Tapanuli Medan, yang saat ini bisa disaksikan langsung di belakang Mesjid Jalan Bengkok(jalan Mesjid) Daerah Kesawan, para pendiri Al Washliyah terus berupaya untuk mempersatukan kembali umat yang terpecah belah.

Perselisihan faham antara kaum tua dengan kaum muda tentang masalah ibadah. membuat kaum pelajar yang menimba ilmu di madrasah Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) Medan resah. Para siswa tersebut memiliki perkumpulan pelajar yang bernama Debating Club (Perkumpulan Debat/diskusi). Dalam diskusi-diskusi rutin di perkumpulan itu sering dibahas tentang masalah-masalah yang tengah terjadi pada umat Islam dan salah satunya mengenai perbedaan pendapat di tubuh umat Islam.

Diskusi mencapai puncaknya pada bulan Oktober 1930. Di awal bulan itu diadakan pertemuan di kediaman Yusuf Ahmad Lubis, di Jl. Glugur kota Medan. Pada pertemuan yang dipimpin Abdurrahman Syihab dihadiri oleh Yusuf Ahmad Lubis, Adnan Nur, M. Isa dan beberapa pelajar lainnya. Dalam pertemuan itu disepakati untuk memperbesar perkumpulan pelajar yang mereka miliki yaitu Debating Club.

Untuk menindaklanjuti hasil rapat di tempat Yusuf Ahmad lubis, selanjutnya diadakan pula pertemuan kedua di rumah Abdurrahman Syihab di Petisah, kota Medan yang dihadiri  oleh Ismail Banda, Yusuf Ahmad Lubis, Adnan Nur, Abdul Wahab, dan M. Isa. Disepakati dalam pertemuan itu untuk mengundang alim ulama, tuan-tuan guru dan para pelajar lainnya pada pertemuan yang lebih besar yang direncanakan pada 26 Oktober 1930 di Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) Medan.

Upaya mempersatukan umat Islam terus dilakukan dan akhirnya terbentuklah organisasi Al Jam’iyatul Washliyah sebagai sarana pemersatu sesuai dengan namanya ”Perkumpulan yang menghubungkan”. Maksudnya adalah menghubungkan manusia dengan Allah Swt. dan menghubungkan manusia dengan manusia (sesama umat Islam), sehingga terjalin tali silaturrahmi  yang erat.
Read More >>
 

Most Reading